IDS | Vera Lestafa on Cinematography

Online Course

(Sumber: arsip.festivalfilm.id)

Speaker: Vera Lestafa (Penerima Nominasi Piala Citra untuk Pengarah Sinematografi Terbaik)

Presented by: International Design School.


Development | Pada saat proses diskusi, scriptwriter juga hadir. Setelah sutradara membuat director’s treatment, dilakukan diskusi antara sutradara, sinematografer dan artistik (divisi yang memiliki hubungan dengan visual). Treatment dari sutradara kemudian dibaca secara teknis: yaitu bagaimana cara menggambarkan mood tertentu dalam suatu scene. Lalu, sinematografer memberikan offer: “bagaimana kalau movement-nya seperti ini”, “lighting-nya seperti ini”, untuk deliver emosi tersebut. Diskusi bersifat terbuka.

Misalnya terdapat adegan dimana seseorang sedang sedih di dalam kamar. Sinematografer akan menentukan “lighting ratio-nya berapa banding berapa”, “berarti warnanya lebih ke arah cold”, dan lain sebagainya. Penentuan tersebut ada karena sinematografer merasakan scene-nya. Sehingga, tidak ada parameter yang baku untuk sebuah visual yang baik.

(Sumber: arri.com)

Sinematografer berada di dua duniateknis dan kreatif. Artinya, ketika gambar cantik tetapi tidak melayani story, audiens akan terjebak di gambar itu dan tidak mengalir bersama cerita.

Emosi itu genderless. Contohnya emosi kerinduan. Semua orang mempunyai interpretasi sendiri terhadap kerinduan. Kerinduan juga bisa dilihat dari aspek psikologi: “warnanya bagaimana?”. Misalnya envy itu hijau, dll. Bahasa universal digunakan untuk menyampaikan maksud tertentu.

Cara Menjaga Kontinitas Lighting

  • Membuat floorplan untuk mengingat setup lighting.
  • Mengetahui dan menjaga konsistensi rasio kontras.
  • Mengetahui dan menjaga konsistensi intensitas cahaya.
  • Menjadikan light meter sebagai panduan.
  • Meminta asisten untuk mencatat hitungan, arah cahaya dari mana, dll.

Rekomendasi buku referensi: Cinematography, Theory and Practice – Blain Brown.

Film yang paling disukai (dari segi sinematografi):

  • Amour (2012): terasa real, mencoba buat visual yang natural, dengan lighting natural.
(Sumber: npr.org)
  • In The Mood For Love (2000): berhasil membangun mood, memiliki banyak layer.
(Sumber: bam.org)

Comments

Popular posts from this blog

Thoughts on Film

Maternal Superego in Alfred Hitchcock's Psycho (1960)

Offline Editing | Codec and Shooting Ratio